Manajemen Terpadu Balita Sakit Usia 1
hari-2 bulan
A. Penilaian
Tanda dan Gejala
Penilaian tanda dan gejala yang pertama kali dilakukan pada
balita usia 1 hari-2 bulan adalah sebagai berikut:
1. Menilai adanya
kejang seperti riwayat kejan
tanda kejang : tremor yang
disertai adanya penurunan kesadaran,terjadi gerakan yang tidak terkendali pada
mulut,mata,atau anggota gerak lain,mulut mecucu,terjadi kelakuan pada seluruh
tubuh tanpa adanya rangsangan,serta adanya tangis melengking secara tiba-tiba.
2. Adanya tanda
atau gejala gangguan napas
seperti adanya henti napas
(apnea) lebih dari dari 20 detik,napas cepat >60 kali per menit,napas lambat
< 30 kali per menit,tampak kebiruan (sianosis),adanya tarikan dada sangat
kuat,pernapasan cuping hidung,serta selalu merintih.
3. Adanya tanda
atau gejala hipotermia
seperti penurunan suhu tubuh
(<36,5 derajat celcius),kulit teraba dingin,mengantuk atau letargis,adanya
gerakan tidak normal,serta kadang-kadang tubuh tampak kemerahan dan mengeras
(sklerema).
4. Adanya tanda
atau gejala kemungkinan infeksi bakteri
seperti mengantuk atau letargi
(tidak sadar),adanya tanda kejang,gangguan napas,malas atau tidak bisa
minum,adanya kemerahan atau mengeras pada bagian tubuh (sklerema),ubun-ubun
tampak cembung,suhu lebih dari 37,5 derajat celcius dan teraba panas atau suhu
kurang dari 36 derajat celcius dan teraba dingin yang disertai tanda infeksi
lainnya,adanya nanah yang keluar dari telinga,pysar tampak kemerahan dan meluas
sampai ke kulit perut juga berbau busuk.
5. Adanya tanda
atau gejala ikterus
seperti adanya kuning pada
hari ke-2 setelah lahir atau di temukan kuning pada usia 14 hari atau
lebih,adanya kuning pada bayi yang kurang bulan,tinja berwarna pucat,serta
kekuningan sampai ke lutut atau siku.
6. Adanya tanda
atau gejala gangguan saluran cerna
seperti adanya muntah segera
setelah minum,muntah berulang,berwarna hijau,gelisah atua rewel dan peryt bayi
tegang atau kembung teraba benjolan di perut,keluar air liur secara
berlebihan,adnya darah dalam tinja tanpa diwertai dengan diare.Khusus pada
bayi,dalam 48 jam pertama setelah lahir di temukan belum buang air besar lebih
dari 24 jam terakhir,maka dicurigai tidak terdapat lubang anus.
7. Adanya tanda
atau gejala diare
seperti letargi atau tidak
sadar,mata cekung,turgor buruk,gelsisah,rewel,serta diare lebih dari 14 hari
disertai adanya darah dalam tinja dan tidak ada gangguan saluran cerna.
8. Adanya tanda
atau gejala kemungkinan berat badan rendah dan masalah pemberian ASI
seperti berat badan menurut
usia dibawah garis merah,tidak bisa minum,atau tidak dapat melekat sama
sekali,tidak menghisap sama sekali,ada celah bibir atau langit-langit,minim ASI
kurang 8 kali per hari,mendapat minuman selain ASI,posisi bayi tidak
benar,adanya bercak atau luka putih (thrush) di mulut.Khusus usia 28 hari bayi
lahir sangat kecil atau berat badan kurang dari 2.000 gram (Depkes RI,1999).
B.
Penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan
Penetuan
klasifikasi dan tingkat ini digunakan untuk menentukan sejauh mana tingkat
kegawatan dari keadaan bayi yang dapat dari masin-masing tanda dan gejala yang
ada di atas.Berikut iniadalah cara penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan
Penentuan tindakan
dan pengobatan :
1. Kejang
1. Untuk mengatasi kejang,maka tindakandan pengobatan yang
dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
·
Atur posisi bayi
dengan kepala setengah tengadah (ekstensi) dan beri topangan pada daerah bawah
bahu bila perlu.
·
Lakukan pembersihan
jalan napas dengan melakukan suction atau penghisapan lender.
·
Lakukan pemberian
oksigen melalui kateter nasal atau nasal
prong dengan kecepatan 2 liter per menit.
·
Apabila terjadi
henti napas (apnea) lakukan resusitasi neonates.
2. Atasi masalah kejang dengan pemberian obat anti kejang
dengan ketentuan sebagai berikut.
·
Pilihan
pertama,yaitu pemberian fenobarbital dengan dosis 30 mg 0.6 ml secara
intramuscular dengan catatan 1 ampul 2 ml berisi 100 mg.
·
Pilihan
kedua,yaitu pemberian diazepam dengan dosis apabila bayi berat badan kurang
2.500 gram diberikan 0,25 ml secara rectal dan apabila bayiberat lebih dari
2.500 gram diberikan 0,5 ml dengan ketentuan 1 ampul 1ml berisi 5 mg,atau 1
ampul 2 ml berisi 10 mg.
3. Jika terjadi kejang berulang lakukan pemberian fenobarbital
1 kali dengan dosis 30 mg,0,6 ml secara intramuscular.
Jika terjadi tetanus neonaturum,berikan
obat antikejang kedua,yaitu diazepam dan dosis pertama antibiotik penisilin
prokain secara intramuscular,dengan ketentuan dosis sebagai berikut.
·
Pilhan
pertama,yaitu pemberian ampisisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/24 jam tambah kan
1,5 ml akuades steril ke botol 0,5 g (200 mg/ml) untuk pemberian pada bayi
dengan berat badan 1.000-<2.000 gram sebanyak 0.5 ml,berat badan
2.000-<3.000 gram sebanyak 0,6 ml,berat badan 3.000-<4.000 gram sebanyak
0,8 ml,dan berat badan 4.000-<5.000 gram sebanyak 1 ml.
·
Pilihan
kedua,yaitu pemberian penisilin prokain dengan dosis 50.000 unit/kgBB/24
jam,tambahkan akuades steril sebanyak 9 ml ke dalam vial yang berisi 3.000.000
unit,yang akan menjdi 10 ml dengan 300.000 unit/ml untuk pemberian pada bayi
dengan berat badan 1.000-<2.000 gram sebanyak 0,3 ml,berat badan
2.000-<3.000 g sebanyak 0,4 ml,berat badan 3.000-<4.000 gram sebanyak 0,5
ml,dan berat badan 4.000-<5.000 gram sebanyak 0,7 ml.
4. Apabila hanya ada riwayat kejang tanpa disertai dengan
penurunan kesadaran,maka tidak perlu dilakukan pemberian obat anti kejang.
5. Pertahankan kadar guia darah agar tidak turun dengan cara
berikut.
·
Apabila bayi dapat
menetek,anjurkan ibu untuk tetap meneteki bayinya
·
Apabila bayi tidak
bisa menetek tetapi dapat menelan,maka berikan ASI peras dengan sendok atau
diteteskan melalui pipet dan berikan rata-rata 50 ml sebelum di rujuk,apabila
tidak memungkinkan,berikan pengganti susu atau air gula dengan cara melarutkan
air gula sebanyak 2 sendok the atau 10
gram ke dalam 1 gelas berisi air matang sebanyak 200 ml dan aduk sampai rata.
·
Apabila ditemukan
bayi tidak bisa menelan,maka berikan 50 ml ASI peras atau susu pengganti atau
air gula melalui pipa lambung,kecuali pada bayi dengan gangguan saluran cerna.
·
Apabila bayi ada
gangguan saluran cerna,maka berikan infuse dekstrosa 5% sesuai dengan berat
usia kemudian rujuk segera.Ketentuan pemberian dekstrosa 5% adalah usia sampai
dengan 7 hari pada hari pada hari pertama 80 ml kemudian ditingkatkanmenjadi 20
mg/kg/hari,untuk usia 8-14 hari diberikan 150 ml/kgBB/hari,dan usia lebih dari
15 hari diberikan 200 ml/kgBB/hari.
6. Anjurkan pada ibu agar mempertahankan bayi tetap hangat
dengan cara mengeringkan bayi setiap kali basah,membungkus bayi dengan kain
kering da hangat,memberikan tututp kepla atau dengan menggendong metode
kangguru.
7. Lakukan rujukan segera
Gangguan
pernafasan
Tindakan yang dapat dilakukan
adalah:
1.bebaskan jalan nafas dan
berikan oksigen
2.apabila terdapat apnea
lakukan resusitasi.
3.pertahankan kadar gula agar
tidak turun.
4.berikan antibiotic dosis
pertama.
5.pertahankan agar bayi tetap
hangat.
6.lakukan rujukan segera.
2. Hipotermi
ü Tindakan yang dapat dilakukan:
1.hangatkan tubuh bayi apabila penghangatan tetap tidak naik
dalam 1jam maka lakukan rujukan segera.
2.pertahankan kadar gula darah.
3.lakukan rujukan segera.
4.anjurkan ibu untuk menjaga bayi agar tetap hangat selama
perjalan rujukan.
ü Tindak Lanjut
Masalah Hipotermi
Rencana tindak lanjut pada masalah ini
dilakukan setelah 2 hari atau kunjungan ulang dengan menilai atau mengevaluasi
masalah hipotermia melalui pengecekan masalah tersebut.Apabila dijumpai
kalsifikasi hipotermi berat,maka lakukan sesuai dengan pedoman tindakan.Apabila
hipotermia sedang,tanyakan kembali kepada ibu tentang cara menghangatkan,memandikan
bayi dan memberikan ASI.Apabila ibu sudah melakukan semua pedoman tindakan
tersebut secara benar,beritahu kemungkinan memiliki masalah lain dan atasi
sesuai dengan pedoman tindakan .
Jika yang ibu lakukan belum seperti
sebagaimana mestinya,anjurkan untuk mengulangi pemberian ASI,cara memandikan
dan menghangatkan bayi sampai suhunya sudah stabil (>36,5 derajat celcius)
atau tidak teraba dingin.Pujilah ibu dan anjurkan untuk meneruskan perawatan
bayi.
3. Ikterus
Tindak Lanjut Masalah Ikterus Fisiologis
Apabila didapatkan klasifikasi ikterus
patologis,maka lakukan tindakan dan pengobatan sesuai dengan rencana
semula.Jika didapatkan ikterus fisiologis yang disertai kencing lebih dari 6
kali sehari semalam atau buang air besar yang lebih sering,maka ajari ibu cara
menyinari bayi dengan cahaya matahari dan anjurkan untuk kunjungan ulang pada
hari ke-14.Apabila disertai kencing kurang dari 6 kali sehari semalam atau
buang air besar kurang,maka lakukan penilaian terhadap pemberian ASI dan
lakukan tindakan sesuai dengan pedoman pengobatan atau tindakan.
4. Masalah
pemberian ASI
Tindak Lanjut Masalah Pemberian ASI
Rencana tindak lanjut dalam masalah
pemberian ASI dapat dilakukan sesudah 2 hari dengan mengadakan penilaian secara
lengkap terhadap cara pemberian ASI serta menanyakan gangguan pemberian ASI
yang ditemukan pada kunjungan pertama kali.Apabila bayi amapu menetek dengan
baik,maka berikan motivasi pada ibu untuk meneruskan pemberian ASI.Aapabila
terdapat gangguan ASI,maka lakukan rujukan segera.
CONTOH KASUS
CARA MENEGAKKAN DIAGNOSIS MTBS PADA NEONATAL DENGAN
PNEUMONIA
Abstrak
Bayi perempuan umur 30 hari (neonatus)
dengan nafas cepat dan batuk-batuk sudah lima hari, muntah setelah netek, tapi
tidak memuntahkan semuanya. Frekuensi nafas 62 kali/menit, suhu badan 37,40C.
Foto rontgen thorak dada AP menggambarkan Brokopneumonia. Berdasarkan MTBS,
bila bayi 0-2 bulan dengan nafas cepat (> 50 kali/menit) tanpa tanda bahaya
umum maka di diagnosa pneumonia, bila ada retraksi dada menjadi pneumonia
berat. Penanganan yang diberikan adalah dengan pemberian antibiotik Cefotaxim
dan Ampicilin.
Isi
Seorang bayi perempuan umur 30 hari
diantar oleh ibunya karena batuk-batuk sudah 5 hari ini. Pasien juga bernafas
lebih cepat biasanya. Setelah menetek, kadang pasien muntah tetapi hanya
sebagian. Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya. Pasien lahir di
bidan praktek saat umur kehamilan 39 minggu dengan berat badan lahir 3500 gram.
Pasien tinggal bersama orang tuanya dan ayahnya seorang perokok. Pada
pemeriksaan, nafas 62X/menit, suhu 37,40C dan nadi 130X/menit. Berat
badan 4300 gram dan panjang badan 50 cm. Suara paru vesikuler, suara jantung S1-S2
reguler dan suara usus normal. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil
Hb 12,5 gr%, AL 12,8 rb/ul, segmen 25%, lymposit 54% dan monosit 16%, dalam
batas normal, dan rontgen thorak dengan kesan bronkhopneumonia. Diagnosis pada
pasien ini adalah pneumonia. Terapi yang diberikan adalah antibiotik yaitu
injeksi Cefotaxim 2x225 mg dan injeksi Ampicilin 2x225 mg per IV.
Diagnosis
Pneumonia
Terapi
Pasien di infus dengan larutan KN3A
dengan infus set mikro 8 tetes/menit. Diberikan antibiotik yaitu injeksi
Cefotaxim 2x225 mg dan injeksi Ampicilin 2x225 mg per IV. Dosis Cefotaxim dan
Ampicilin adalah 200mg/kgBB dalam dua dosis.
Diskusi
Diagnosa pneumonia pada bayi 0-2 bulan
sesuai MTBS adalah adanya nafas cepat. Dilihat adakah tanda bahaya umum
(kejang, memuntahkan semuanya, tidak bisa/ mau netek) dan adanya tarikan atau
retraksi dinding dada pada pneumonia berat. Pneumonia sering terjadi pada bayi
prematur, sosial ekonomi rendah, terpapar asap rokok dan malnutrisi. Faktor
resiko pada pasien ini adalah sosial ekonomi rendah sehingga ventilasi rumah
yang tidak baik dan juga kebersihan kurang ditambah juga sering terpapar asap
rokok oleh ayah bayi. Angka kejadian pneumonia 40-45 dari 1000 anak dibawah 5
tahun. Gejala yang ada pada bayi ini adalah nafas cepat/ takipneu dan batuk
tanpa adanya demam dan keluhan lain.
Pada pemeriksaan darah lengkap pada
pasien ini menunjukkan masih dalam batas normal. Foto rontgen juga menunjukkan
bronkopneumonia sebagai penguat diagnosa. Pada peneumonia, pemeriksaan
penunjang seperti darah lengkap dan protein C-rektif kurang spesifik untuk
menentukan penyebab. Pengecatan gram dan kultur darah dapat membantu menetukan
etiologi dan tes antigen virus rapid dapat digunakan jika diperlukan.
Leukositosis dapat terjadi pada pasien terinfeksi bakteri, adenovirus,
influenza virus atau infeksi mycoplasma. Leukopenia juga dapat terjadi pada
infeksi virus atau infeksi bakteri yang berat. Pada infeksi bakteri sebaiknya
dilakukan kultur darah untuk menentukan penyebab dan sensitivitas antibiotik.
Foto X-ray dada AP dan lateral juga kurang membantu dalam menetukan
kausatifnya.
Kesimpulan
Pneumonia adalah infeksi parenkim paru
yang sering didapatkan di komunitas atau di luar rumah sakit. Pneumonia pada
bayi 0-2 bulan sering disebabkan oleh bakteri (E. coli, Strptokokkus grup B,
chlamidia trachomatis dan S. pneumonia) dan oleh virus (Adenovirus; virus
influenza; parainfluenza virus 1, 2 dan 3; dan respiratory sincytial virus).
Berdasarkan MTBS, bila bayi 0-2 bulan dengan nafas cepat (> 50 kali/menit)
tanpa tanda bahaya umum maka di diagnosa pneumonia, bila ada retraksi dada
menjadi pneumonia berat. Penanganan yang diberikan adalah dengan pemberian
antibiotik seperti Azitromicin, Eritromicin, Cefotaxim, dan Cefuroxin sesuai
keadaan dan berat penyakitnya.
Kunjungan ulang
Penilaian (lingkari gejala yang ditemukan) Klasifikasi Tindakan
Memeriksa tanda bahaya umum:
Penilaian (lingkari gejala yang ditemukan) Klasifikasi Tindakan
Memeriksa tanda bahaya umum:
ü Tidak dapat minum atau menyusui
ü muntahkan semua isi lambung
ü Letargi atau tidak sadar
ü Kejang Ada tanda bahaya umum ?
Ya __ Tidak __
Ya __ Tidak __
Ingat adanya tanda bahaya umum dalam mementukan klasifikasi Ingat untuk merujuk setiap anak yang mempunyai tanda bahaya umum
Apakah anak batuk Ya √ Tidak __ atau sukar bernapas
ü Hitung napas dalam 1 menit, 44 kali/ menit napas cepat
ü Sudah berapa lama, 4 hari
ü Lihat adanya tarikan dinding dada
ü Dengar adanya stridor
Menentukan tindakan Tanpa Rujukan Segera
Klasifikasi Tindakan pneumonia
Ø Antibiotik yang tepat
Ø Kapan harus kembali dan kapan harus kembali segera
Batuk (bukan pneumonia) Beritahu cara melegakan tenggorokan
Batuk (bukan pneumonia) Beritahu cara melegakan tenggorokan
Kapan
harus kembali
Ø Dehidrasi ringan/sedang Beri cairan oralit/rencana terapi B
Ø ASI dan makanan/minuman yang lain tetap diberikan setelah 3
jam pengobatan oralit
Ø Beri cairan tambahan
Ø Lanjutkan pemberian makanan
Ø Kapan harus kembali :
·
Diare persisten Pemberian
makanan khusus
·
Disentri Beri
antbiotik untuk shigella (60% kasus)
·
Atasi dehidrasi
·
Demam mungkin
bukan malaria (risiko rendah malaria) Beri antipiretik (parasetamol)
·
Kembali jika panas
tidak turun dalam 2 hari
Pengobatan lain sesuai penyebab
Ø Demam (mungkin DBD) Beri oralit
Ø Beri antipiretik (parasetamol)
Ø Kapan harus kembali
Ø Demam (mungkin bkan DBD) Beri antipiretik (parasetamol)
Ø Segera kembali jika 2 hari masih tetap demam
Menentukan Tindakan Segera Pra-Rujukan
Klasifikasi Tindakan pra-rujukan
·
Pneumonia berat
atau penyakit lainnya Beri dosis pertama antibiotic
·
Diare persisten
berat Perubahan diet
·
Pemeriksaan
laboratorium
·
Tangani dehidrasi
·
Penyakit berat
dengan demam
·
Beri dosis pertama
antibiotic
·
Antipiretik
(parasetamol) jika suhu > 38,5 0C
·
Suntikan
kinin/endemis malaria
·
Ambil sampel darah
·
Campak dengan
komplikasi berat Beri dosis pertama antibiotic Vitamin A
·
Salep mata untuk
mata keruh atau nanah dari mata
Daftar
tindakan segera pra-rujukan (cukup dosis pertama)
1. Beri antibiotic yang sesuai.
2. Beri kinin untuk malaria berat.
3. Beri vitamin A.
4. Mulai beri cairan IV untuk anak DBD dengan syok.
5. Lakukan tindakan untuk mencegah turunnya kadar gula darah.
6. Beri obat antimalaria oral.
7. Beri parasetamol untuk panas tinggi/nyeri akibat
mastoiditis.
8. Beri salep mata tetrasiklin atau kloramfenikol.
9. Beri oralit sedikit demi sedikit dalam perjalanan ke rumah
sakit.
Jika dibutuhkan rujukan anak
1. Jelaskan pentingnya rujukan dan minta persetujuan.
2. Hilangkan kekhawatiran.
3. Tulis surat rujukan.
4. Beri peralatan dan instruksi yang diperlukan pada
ibu/pengantar untuk merawat selama di perjalanan.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI, 2008, Modul MTBS Revisi tahun 2008.
Direktorat Bina Kesehatan Anak, Depkes, salah satu materi yang disampaikan
pada Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak, 2009, Manajemen Terpadu Balita Sakit.
DepartemenKesehatan
RI. 2008. Modul MTBS Revisi tahun 2008. Jakarta
Osthapuck, M.,
Robert, D., Haddy, R. 2004. Community Acquired Pneumonia in Infant and
Children. Kentucky: America Academy of Family Physician
Rendle, John.,
Gray, OP., Dodge, JA.2008. Ikhtisar Penyakit Anak. Jakarta: Binarupa Aksara
Wahab, Samik.
2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
Woodhead, Jerold.
2008. Pediatric Clerkship Guide. USA: Mosby Elsevier
Tidak ada komentar:
Posting Komentar