1.
PENYAKIT YANG BERPENGARUH TERHADAP
PERSALINAN DAN NIFAS
A. TUBERCOLOSIS PARU
Penyakit
TB paru ini merupakan penyakit menular langsung pada parenkim paru yang
disebabkan oleh kuman / bakteri TB.
v Tanda dan gejala:
a.
Umum
Batuk
terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih.
b.
Gejala
lain yang sering dijumpai:
·
Dahak
bercampur darah
·
Batuk
berdarah
·
Sesak
nafas dan nyeri dada
·
Badan
lemah
·
Nafsu
makan menurun
·
Malaise
·
Berkeringat
malam saat tidak melakukan kegiatan
·
Demam
lebih dari sebulan
v Asuhan kebidanan yang diberikan :
1.
Saat bersalin
Penatalaksanan
obstetrik yang optimal didasarkan pada pertimbangan maternal dan janin. Jika
fungsi paru cukup adekuat, dapat diupayakan persalinan pervaginam.
Waktu
kala II hendaknya jangan terlalu lama, bila perlu diselesaikan dengan tindakan
(vakum/forcep). Tindakan SC dilakukan berdasarkan indikasi obstetrik, anastesi
lokal merupakan pilihan utama. Plasenta harus dikultur dan bayi harus diperiksa
untuk menentukan adanya TB.
2.
Saat
Nifas
·
Ushakan
jangan terjadi perdarahan banyak , cegah dengan pemberian uterotonika.
·
Tambahkan
antibiotik yang cukup untuk mencgah terjadinya infeksi tambahan.
·
Bila
terdapat anemia sebaiknya diberikan transfusi darah (kolaborasi) agar daya
tahan tubuh lebih kuat terhadap infeksi sekunder.
·
Kuman
TB tidak dikeluarkan melalui ASI karena ukurannya relatif besar sehingga bayi
boleh menyusupada ibunya. Namun, ibu tetap perlu diobati dan diajari cara
pencegahan penularan TB pada bayi dengan menggunakan masker. Bayi diberikan INH
untuk profilaksis. Setelah 3 bulan pengobatan adekuat pada ibu biasanya sudah
tidak menular lagi dan bayi disarankan uji mountox. Bila hasil negatif bayi
diberikan vaksin BCG.
B. PENYAKIT JANTUNG
v Etiologi
Sebagian besar disebabkan demam reumatik. Bentuk kelainan katup yang sering dijumpai adalah stenosis mitral, insufisiensi mitral, gabungan stenosis mitral dengan insufisiensi mitral, stenosis aorta, insufisiensi aorta, gabungan antara insufisiensi aorta dan stenosis aorta, penyakit katupulmonal dan trikuspidal.
Sebagian besar disebabkan demam reumatik. Bentuk kelainan katup yang sering dijumpai adalah stenosis mitral, insufisiensi mitral, gabungan stenosis mitral dengan insufisiensi mitral, stenosis aorta, insufisiensi aorta, gabungan antara insufisiensi aorta dan stenosis aorta, penyakit katupulmonal dan trikuspidal.
v Faktor Predisposisi
Peningkatan usia pasien dengan penyakit
jantung hipertensi dan superimposed preeklamsi atau eklamsi, aritmia jantung
atau hipertrofi ventrikel kiri, riwayat decompensasi cordis, anemia.
v Patofisiologi
Keperluan
janin yang sedang bertumbuh akan oksigen dan zat-zat makanan bertambah dalam
berlangsungnya kehamilan, yang harus dipenuhi melalui darah ibu. Untuk itu
banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga jantung harus bekerja lebih
berat.
Karena itu dalam kehamilan selalu
terjadi perubahan dalam system kardiovaskuler yang baisanya masih dalam batas-batas
fisiologik.
Perubahan-perubahan itu terutama
disebabkan karena :
1.
Hidrenia (Hipervolemia), dimulai sejak
umur kehamilan 10 minggu dan puncaknya pada UK 32-36 minggu
2.
Uterus gravidus yang makin lama makin
besar mendorong diafragma ke atas, ke kiri, dan ke depan sehingga
pembuluh-pembuluh darah besar dekat jantung mengalami lekukan dan putaran.
v Pemeriksaan
Penunjang
1.
EKG untuk mengetahui kelainan irama dan
gangguan konduksi, kardiomegali, tanda penyakit pericardium, iskemia, infark.
Bisa ditemukan tanda-tanda aritmia.
2.
Ekokardigrafi. Meteode yang aman, cepat
dan terpercaya untuk mengetahu kelainan fungsi dan anatomi dari bilik, katup,
dan peri kardium
3.
Pemeriksaan Radiologi dihindari dalam
kehamilan, namun jika memang diperlukan dapat dilakukan dengan memberi
perlindung diabdomen dan pelvis.
v Diagnosis
Burwell dan Metcalfe mengajukan 4 kriteria. Diagnosis ditegakkan bila ada satu dari kriteria :
1. Bising diastolic, presistolik, atau bising jantung terus menerus
2. Pembesaran jantung yang jelas
3. Bising sistolik yang nyaring, terutama bila disertai thrill
4. Arimia berat
Klasifikasi
penyakit jantung dalam kehamilan
1. Kelas
I
• Tanpa pembatasan kegiatan fisik
• Tanpa gejala penyakit jantung pada kegiatan biasa
• Tanpa pembatasan kegiatan fisik
• Tanpa gejala penyakit jantung pada kegiatan biasa
2. Kelas
II
• Sedikit pembatasan kegiatan fisik
• Saat istirahat tidak ada keluhan
• Pada kegiatan fisik biasa timbul gejala isufisiensi jantung seperti: kelelahan, jantung berdebar (palpitasi cordis), sesak nafas atau angina pectoris
• Sedikit pembatasan kegiatan fisik
• Saat istirahat tidak ada keluhan
• Pada kegiatan fisik biasa timbul gejala isufisiensi jantung seperti: kelelahan, jantung berdebar (palpitasi cordis), sesak nafas atau angina pectoris
3. Kelas
III
• Banyak pembatasan dalam kegiatan fisik
• Saat istirahat tidak ada keluhan
• Pada aktifitas fisik ringan sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
• Banyak pembatasan dalam kegiatan fisik
• Saat istirahat tidak ada keluhan
• Pada aktifitas fisik ringan sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
4. Kelas
IV
• Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun
• Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun
v Komplikasi
Pada ibu dapat terjadi : gagal jantung kongestif, edema paru, kematian, abortus.
Pada janin dapat terjadi : prematuritas, BBLR, hipoksia, gawat janin, APGAR score rendah, pertumbuhan janin terhambat
A. PENGERTIAN
ü Diabetes Mellitus
Gestasional (DMG) didefinisikan sebagai gangguan toleransi glukosa.
ü Suatu Intoleransi
karbohidrat ringan ( toleransi glukosa terganggu ) maupun berat yang terjadi
atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan berlangsung.
ü Penyakit kelainan
metabolisme, dimana penderita tidak bias secara otomatis mengendalikan tingkat
glukosa dalam darahnya.
Berbagai tingkat yang diketahui pertama
kali saat hamil tanpa membedakan apakah penderita perlu mendapat insulin atau
tidak. Pada kehamilan trimester pertama kadar glukosa akan turun antara 55-65%
dan hal ini merupakan respon terhadap transportasi glukosa dari ibu ke janin.
Sebagian besar DMG asimtomatis sehingga diagnosis ditentukan secara kebetulan pada
saat pemeriksaan rutin.
B.
ETIOLOGI
DMG disebabkan karna kekurangn insulin.
Yang disebabkan karna adanya kerusakan sebagian kecil atau sebagian besar sel –
sel beta pulau langerhans dalam kelenjar pancreas yang bekarja menghasilkan
insulin.
Dalam kehamilan terjadi perubahan
metabolism endokrin dan karbohidrat untuk makanan janin dan persiapan untuk
menyusui. Bila tidak mampu meningkatkan produksi insulin yang mengakibatkan
hyperglikemia atau DM kehamilan ( DM yang timbul dalam kehamilan ).
C. TANDA
DAN GEJALA
ü Sering
kencing pada malam hari ( polyuria )
ü Selalu merasa haus ( polydipsia)
ü Selalu merasa lapar ( polyfagia )
ü Selau mersa lelah atau kekurangan enrgi
ü Penglihatan menjadi kabur
ü Hyperglaisimia ( peningkatan abnormal
kandungan gula dalam darah )
ü Glaikosuria ( glukosa dalam urine )
ü Mata kabur
ü Pruritus vulva.
ü Ketonemia.
ü BB menurun
ü Gula darah 2 jam pp > 200 mg/dl.
ü Gula darah sewaktu > 200 mg/dl
ü Gula darah puasa > 126 mg/dl.
D. KLASIFIKASI
1.
Diabetes
mellitus yang tergantung pada insulin ( Tipe 1/ Id DM )
Biasanya terdapat
pada orang yang masih muda. Gejalanya terjadi dengan tiba – tiba . kadar
glukosa darah yang tinggi.
2.
Diabetes
mellitus yang tidak tergantung pada insulin ( Tipe 2 / NID DM)
Biasanya terdapat
pada orang yang usianya > 40 tahun , terjadi secara perlahan – lahan
, dan kemungkina tidak ada tanda atau gejala , biasanya terdapat pada orang
gemuk , usia lanjut dan tidak aktif.
3.
Diabetes
tipe lain.
4.
Diabetes
mellitus gestasional (DMG) yaitu diabetes yang hanya timbul dalam kehamilan.
Tabel. klasifikasi insulin
KARAKTERISTIK
|
TIPE 1 ( DEPENDEN INSULIN )
|
TIPE 2 ( NON DIPENDEN INSULIN )
|
Lokus genetic
|
·
Kromosom 6
|
·
Tidak diketahui
|
Onset umur
|
·
< 20 tahun
·
< 40 tahun
|
·
Umur > 40 tahun
|
Habitus
|
·
Normal,terjadi pemborosan energi
|
·
Gemuk
|
Insulin plasma
|
·
Insulin rendah/tidak ada/ kurang
|
·
Tinggi.resistensi terhadap insulin
tinggi
|
Glucagon
|
·
Konsentrasi tinggi dapat diturunkan
|
·
Konsentrasi tinggi , resistensinya
juga tinggi
|
Komplikasinya reaksi kortison terhadap terapi
insulin
|
·
Ketoasidosis
·
bereaksi
|
·
hyperosmoler sampai koma
·
dapat bereaksi
|
Sulfonil- urea
|
·
tidak bereaksi
|
·
bereaksi dengan baik
|
E. SKRINING
Fourth
International Workshop-Conference on Gestational Diabetes: Merekomendasikan
skrining untuk mendeteksi Diabetes Gestasional :
- Risiko Rendah :
Tes
glukosa darah tidak dibutuhkan apabila :
- Angka kejadian diabetes
gestational pada daerah tersebut rendah
- Tidak didapatkan riwayat diabetes
pada kerabat dekat
- Usia < 25 tahun
- Berat badan normal sebelum hamil
- Tidak memiliki riwayat metabolism
glukosa terganggu
- Tidak ada riwayat obstetric
terganggu sebelumnya
2.
Risiko Sedang :
Dilakukan
tes gula darah pada kehamilan 24 – 28 minggu terutama pada wanita dengan ras
Hispanik, Afrika, Amerika, Asia Timur, dan Asia Selatan.
3.
Risiko Tinggi
: wanita dengan obesitas, riwayat keluarga dengan diabetes, mengalami
glukosuria (air seni mengandung glukosa).
Dilakukan
tes gula darah secepatnya. Bila diabetes gestasional tidak terdiagnosis maka
pemeriksaangula darah diulang pada minggu 24 – 28 kehamilan atau kapanpun
ketika pasien mendapat gejala yang menandakan keadaan hiperglikemia (kadar gula
di dalam darah berlebihan).
F. KOMPLIKASI
·
Tekanan
darah tinggi, preeclampsia dan eclampsia.
Gestational diabetes akan meningkatkan
resiko ibu untuk mengalami tekanan darah yang tinggi selama kehamilan. Hal
tersebut juga akan meningkatkan resiko ibu untuk terkena preeclampsia dan
eclampsia, yaitu 2 buah komplikasi serius dari kehamilan yang menyebabkan
naiknya tekanan darah & gejala lain, yang dapat membahayakan ibu maupun
sang buah hati.
·
Diabetes
di kemudian hari.
Jika mengalami gestational diabetes,
maka kemungkinan besar akan mengalami kembali pada kehamilan berikutnya. Selain
itu, ibu juga beresiko untuk menderita diabetes tipe 2 di kemudian hari. Akan
tetapi dengan mengatur gaya hidup seperti makan makanan yang bernutrisi &
berolahraga dapat mengurangi resiko terkena diabetes tipe 2 nantinya. Untuk
wanita dengan riwayat gestational diabetes, yang berhasi menurunkan berat badan
hingga ideal setelah melahirkan, maka resikonya untuk terkena diabetes tipe 2
hanya kurang dari 1 per 4 wanita.
Komplikasi
pad maternal
|
Komplikasi
pada janin
|
· Hipertensi
10-20 %
·
Hidraamnion 20-25%
·
Bakteriuria 7-10 %
·
Persalinan distosia 10-15 %
·
Kematian maternal jarang
·
Gangguan vaskuler sehingga
menimbulkan : preeclampsia
|
·
Kematian perinatal tinggi
·
Kelainan congenital 6 %
·
Makrosomia
·
Kematian intra uterin
·
Abortus berulang / tanpa sebab
·
Respiratory distress syndrom
|
·
Dapat terjadi infertilitas
·
Emesis dan hyperemesis berat
|
· Janin
makrosomia cenderung menyebabkan pertolongan persalinan operatif
transoabdominal
|
·
Dampak lain kolestrol tinggi dan
hypertensi adalah :
·
Retinopati
·
Nefropati
·
Neuropath
·
ateroskelosis
|
·
pertolongan persalina pervaginam yang
paling berbahaya adalah distosia bahu.
|
G.
PATOFISIOLOGI
Pada
DMG, selain perubahan-perubahan fisiologi tersebut, akan terjadi suatu keadaan
di mana jumlah/fungsi insulin menjadi tidak optimal. Terjadi perubahan kinetika
insulin dan resistensi terhadap efek insulin. Akibatnya, komposisi sumber
energi dalam plasma ibu bertambah (kadar gula darah tinggi, kadar insulin tetap
tinggi).
Melalui
difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana sirkulasi janin juga ikut
terjadi komposisi sumber energi abnormal. (menyebabkan kemungkinan terjadi
berbagai komplikasi). Selain itu terjadi juga hiperinsulinemia sehingga janin
juga mengalami gangguan metabolik (hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia,
hiperbilirubinemia, dan sebagainya.
Dalam kehamilan
terjadi perubahan metabolism endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemasokan
makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi
secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin
hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tak dapat mencapai janin,
sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar
gula terutama dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormone lain seperti
estrogen, steroid dan plasenta laktogen. Akibat lambatnya resorpsi makanan maka
terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin.
Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali dari
keadaan normal. Hal ini disebut sebagai tekanan diabetojenik dalam kehamilan.
Secara fisiologik telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ia ditambah
dengan insulin eksogen ia tidak mudah menjadi hipoglikemi. Akan tetapi, bila
ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin, sehingga ia relative hipoinsulin
yang menyebabkan hiperglikemia atau diabetes kehamilan.
Pada DMG, selain
perubahan-perubahan fisiologi tersebut, akan terjadi suatu keadaan di mana
jumlah/fungsi insulin menjadi tidak optimal. Terjadi perubahan kinetika insulin
dan resistensi terhadap efek insulin. Akibatnya, komposisi sumber energi dalam
plasma ibu bertambah (kadar gula darah tinggi, kadar insulin tetap tinggi).
Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana sirkulasi janin
juga ikut terjadi komposisi sumber energi abnormal. (menyebabkan kemungkinan
terjadi berbagai komplikasi). Selain itu terjadi juga hiperinsulinemia sehingga
janin juga mengalami gangguan metabolik (hipoglikemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia, hiperbilirubinemia, dan sebagainya
H. FAKTOR
RESIKO
a. Factor kebidanan
Beberapa kali keguguran
Riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab yang
jelas.
Riwayat pernah melahirkan anak dengan cacat bawaan.
Pernag pre-eklampsi
polihidramnion
b. Factor ibu
Umur ibu hamil lebih dari 30 tahun
Riwayat DM dalam keluarga
Pernah DMG pada kehamilan sebelumnya
Infeksi saluran kemih yang berulang-ulang sebelum
hamil.
I. PENGARUHNYA
Terhadap
kehamilan
|
Terhadap
persalinan
|
Terhadap
nifas
|
·
Hyperemesis
gravidarum
·
Pemakaian
glikogen bertambah
·
Meningkatnya
metabolism basal
·
Sebagian
insulin ibu dimusnahkan oleh enzim insulin dalam plasenta
|
·
kegiatan
otot rahim dan usaha meneran mengakibatkan pemakaian glukosa lebih banyak ,
sehingga dapat terjadi hypoglikemia , apabila disertai dengan muntah –
muntah.
|
·
Lebih
sering mengakibatkan infeksi nifas dan sepsis yang menghambat luka jaln lahir
, baik rupture perineum maupun lika episitiomi
|
J. PENATALAKSANAAN
a) Pengelolaan
medis
Sesuai
dengan pengelolaan medis DM pada umumnya, pengelolaan DMG juga terutama
didasari atas pengelolaan gizi/diet dan pengendalian berat badan ibu.
1.
Kontrol secara ketat gula darah, sebab
bila kontrol kurang baik upayakan lahir lebih dini, pertimbangkan kematangan
paru janin. Dapat terjadi kematian janin memdadak. Berikan insulin yang bekerja
cepat, bila mungkin diberikan melalui drips.
2.
Hindari adanya infeksi saluran kemih
atau infeksi lainnya. Lakukan upaya pencegahan infeksi dengan baik.
3.
Pada bayi baru lahir dapat cepat
terjadi hipoglikemia sehingga perlu diberikan infus glukosa.
4.
Penanganan DMG yang terutama adalah
diet, dianjurkan diberikan 25 kalori/kgBB ideal, kecuali pada penderita yang
gemuk dipertimbangkan kalori yang lebih mudah.
5.
Cara yang dianjurkan adalah cara Broca
yaitu BB ideal = (TB-100)-10% BB.
6.
Kebutuhan kalori adalah jumlah
keseluruhan kalori yang diperhitungkan dari:
−
Kalori basal 25 kal/kgBB ideal
−
Kalori kegiatan jasmani 10-30%
−
Kalori untuk kehamilan 300 kalor
−
Perlu diingat kebutuhan protein ibu hamil 1-1.5 gr/kgBB
Jika
dengan terapi diet selama 2 minggu kadar glukosa darah belum mencapai normal
atau normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah puasa di bawah 105 mg/dl dan 2
jam pp di bawah 120 mg/dl, maka terapi insulin harus segera dimulai.
Pemantauan
dapat dikerjakan dengan menggunakan alat pengukur glukosa darah kapiler.
Perhitungan menu seimbang sama dengan perhitungan pada kasus DM umumnya, dengan
ditambahkan sejumlah 300-500 kalori per hari untuk tumbuh kembang janin selama
masa kehamilan sampai dengan masa menyusui selesai.
Pengelolaan DM dalam
kehamilan bertujuan untuk :
−
Mempertahankan kadar glukosa darah puasa < 105 mg/dl
−
Mempertahankan kadar glukosa darah 2 jam pp < 120 mg/dl
−
Mempertahankan kadar Hb glikosilat (Hb Alc) < 6%
−
Mencegah episode hipoglikemia
−
Mencegah ketonuria/ketoasidosis deiabetik
−
Mengusahakan tumbuh kembang janin yang optimal dan normal.
Dianjurkan
pemantauan gula darah teratur minimal 2 kali seminggu (ideal setiap hari, jika
mungkin dengan alat pemeriksaan sendiri di rumah). Dianjurkan kontrol sesuai
jadwal pemeriksaan antenatal, semakin dekat dengan perkiraan persalinan maka
kontrol semakin sering. Hb glikosilat diperiksa secara ideal setiap 6-8 minggu
sekali.
Kenaikan
berat badan ibu dianjurkan sekitar 1-2.5 kg pada trimester pertama dan
selanjutnya rata-rata 0.5 kg setiap minggu. Sampai akhir kehamilan, kenaikan
berat badan yang dianjurkan tergantung status gizi awal ibu (ibu BB kurang
14-20 kg, ibu BB normal 12.5-17.5 kg dan ibu BB lebih/obesitas 7.5-12.5 kg).
Jika
pengelolaan diet saja tidak berhasil, maka insulin langsung digunakan. Insulin
yang digunakan harus preparat insulin manusia (human insulin), karena insulin
yang bukan berasal dari manusia (non-human insulin) dapat menyebabkan
terbentuknya
antibodi terhadap insulin endogen dan antibodi ini dapat menembus sawar darah
plasenta (placental blood barrier) sehingga dapat mempengaruhi janin.
Pada
DMG, insulin yang digunakan adalah insulin dosis rendah dengan lama kerja
intermediate dan diberikan 1-2 kali sehari. Pada DMH, pemberian insulin mungkin
harus lebih sering, dapat dikombinasikan antara insulin kerja pendek dan
intermediate, untuk mencapai kadar glukosa yang diharapkan.
Obat
hipoglikemik oral tidak digunakan dalam DMG karena efek teratogenitasnya yang
tinggi dan dapat diekskresikan dalam jumlah besar melalui ASI
b).
Pengelolaan obstetrik
Pada
pemeriksaan antenatal dilakukan pemantauan keadaan klinis ibu dan janin,
terutama tekanan darah, pembesaran/ tinggi fundus uteri, denyut jantung janin,
kadar gula darah ibu, pemeriksaan USG dan kardiotokografi (jika memungkinkan).
Pada tingkat Polindes
dilakukan pemantauan ibu dan janin dengan pengukuran tinggi fundus uteri dan
mendengarkan denyut jantung janin.
Pada tingkat Puskesmas
dilakukan pemantauan ibu dan janin dengan pengukuran tinggi fundus uteri dan
mendengarkan denyut jantung janin.
Pada tingkat rumah sakit,
pemantauan ibu dan janin dilakukan dengan cara :
Pengukuran tinggi fundus uteri :
·
NST – USG serial
·
Penilaian menyeluruh janin dengan skor
dinamik janin plasenta (FDJP), nilai FDJP < 5 merupakan tanda gawat janin.
·
Penilaian ini dilakukan setiap minggu
sejak usia kehamilan 36 minggu. Adanya makrosomia, pertumbuhan janin terhambat
(PJT) dan gawat janin merupakan indikasi untuk melakukan persalinan secara
seksio sesarea.
·
Pada janin yang sehat, dengan nilai
FDJP > 6, dapat dilahirkan pada usia kehamilan cukup waktu (40-42 mg) dengan
persalinan biasa. Pemantauan pergerakan janin (normal >l0x/12 jam).
·
Bayi yang dilahirkan dari ibu DMG
memerlukan perawatan khusus.
·
Bila akan melakukan terminasi kehamilan
harus dilakukan amniosentesis terlebih dahulu untuk memastikan kematangan janin
(bila usia kehamilan < 38 mg).
·
Kehamilan DMG dengan komplikasi
(hipertensi, preeklamsia, kelainan vaskuler dan infeksi seperti
glomerulonefritis, sistitis dan monilisasis) harus dirawat sejak usia kehamilan
34 minggu. Penderita DMG dengan komplikasi biasanya memerlukan insulin.
·
Penilaian paling ideal adalah penilaian
janin dengan skor fungsi dinamik janin-plasenta (FDJP).
D. GINJAL
Dalam kehamilan
terdapat perubahan-perubahan fungsional dan anatomic ginjal dan saluran kemih
yang sering menimbulkan gejala-gejala dan kelainan fisik dan hasil pemeriksaan
laboratorium.perubahan natomi terdapat peningkatan pembuluh darah dan
ruangan interstisial pada ginjal. Ginjal akan memanjang kurang lebih 1 cm dan
kembali normal setelah melahirkan. Ureter juga mengalami pemanjangan, melekuk
dan kadang berpindah letak ke lateral dan akan kembali normal 8-12 minggu
setelah melahirkan.
Selain itu juga
terjadi hiperlpasia dan hipertrofi otot dinding ureter dan kaliks, dan
berkurangnya tonus otot-otot saluran kemih karena pengaruh kehamilan. Akibat
pembesaran uterus hiperemi organ-organ pelvis dan pengaruh hormonal terjadi
perubahan pada kendung kemih yang dimulai pada kehamilan 4 bulan. Kandung kemih
akan berpindah lebih anterior dan superior. Pembuluh-pembuluh di daerah mukosa
akan membengkak dan melebar. Otot kandung kemih mengalami hipertrofi akibat
pengaruh hormon estrogen. Kapasitas kandung kemih meningkat sampai 1 liter
karena efek relaksasi dari hormon progesterone.
Perubahan
Fungsi
Segera sesudah
konsepsi, terjadi peningkatan aliran plasma (Renal Plasma flow) dan tingkat
filtrasi gomerolus (Gomerolus Filtration Rate). Sejak kehamilan trimester II
GFR akan meningkat 30-50 %, diatas nilai normal wanita tidak hamil. Akibatnya
akan terjadi penurunan kadar kreatinin serum dan urin nitrogen darah, normal
kreatinin serum adalah 0,5-0,7 mg/100 mll dan urea nitrogen darah 8-12 mg/100
mll.
E. ASMA
Asma Bronkiale
merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang sering dijumpai dalam
kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya asma tidak sama
pada setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangannya tak sama
pada kehamilan pertama dan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai UK
24-36 minggu dan pada akhir kehamilan jarang terjadi serangan.
ü Komplikasi
Pengaruh asma
pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan, karena
ibu dan janin akan kekurangan oksigen atau hipoksia. Keadaan hipoksia bila
tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada janin dan sering terjadi
keguguran, partus premature dan gangguan petumbuhan janin.
ü Manifestasi Klinis
Factor pencetus
timbulnya asma antara lain zat-zat alergi, infeksi saluran nafas, pengaruh
udara dan factor psikis. Penderita selama kehamilan perlu mendapat pengawasan
yang baik, biasanya penderita mengeluh nafas pendek, berbunyi, sesak, dan
batuk-batuk. Diagnosis dapat ditegakkan seperti asma diluar kehamilan.
ü Penatalaksanaan
o mencegah timbulnya stress
o Menghindari factor resiko/pencetus yang sudah
diketahui secara intensif
Ø Mencegah penggunaan obat seperti aspirin dan
semacamnya yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan
Ø Pada asma yang ringan dapat digunakan obat-obat local
yang berbentuk inhalasi, atau peroral seperti isoproterenol
Ø Pada keadaan lebih berat penderita harus dirawat dan
serangan dapat dihilangkan dengan 1atau lebih dari obat dibawah ini
§ Epinefrin yang telah dilarutkan (1:1000), 0,2-0,5 ml
disuntikan SC
§ Isoproterenol (1:100) berupa inhalasi 3-7 hari
§ Oksigen
§ Aminopilin 250-500 mg (6mg/kg) dalam infus glukosa 5 %
§ Hidrokortison 260-1000 mg IV pelan-pelan atau per
infus dalam D10%
Ø Hindari penggunaan obat-obat yang mengandung iodium
karena dapat membuat gangguan pada janin, dan berikan antibiotika kalau ada
sangkaan terdapat infeksi. Upayakan persalinan secara spontan namun bila pasien
berada dalam serangan, lakukan VE atau Forcep. SC atas indikasi asma jarang
atau tak pernah dilakukan. Jangan berikan analgesik yang mengandung histamin
tapi pilihlah morfin atau analgesik epidural.
Dokter sebaiknya memilih obat yang tidak mempengaruhi
ASI. Aminopilin dapat terkandung dalam ASI sehingga bayi mengalami gangguan
pencernaan, gelisah, dan ganggguan tidir. Namun obat anti asma lainnya dan
kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam ASI sangat kecil.
2. SIKAP DAN PRILAKU DALAM MASA
BERSALIN DAN NIFAS
v Sikap
dan perilaku ibu pada masa persalinan
1. nyeri, tegang, mulas-mulas, dan mengedan
2. Tak sabar untuk segera menjenguk buah hati
3. mencoba berbagai posisi selama persalinan dan kelahiran bayi.
4. minum cairan dan makan makanan ringan bila ia menginginkannya.
5. mengikuti praktek-praktek tradisional yang tidak memberi pengaruh yang merugikan.
6. ingin segera memeluk bayinya segera setelah lahir.
7. akan memulai pemberian ASI dalam 1 jam pertama setelah kelahiran bayi.
8. Ingin selalu berdekatan dengan bayinya (rawat gabung).
9. Bahagia karena harapannya untuk memiliki anak terlaksana.
10. Cemas dan takut terhadap bahaya, pengalaman yang tidak menyenangkan dan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi.
1. nyeri, tegang, mulas-mulas, dan mengedan
2. Tak sabar untuk segera menjenguk buah hati
3. mencoba berbagai posisi selama persalinan dan kelahiran bayi.
4. minum cairan dan makan makanan ringan bila ia menginginkannya.
5. mengikuti praktek-praktek tradisional yang tidak memberi pengaruh yang merugikan.
6. ingin segera memeluk bayinya segera setelah lahir.
7. akan memulai pemberian ASI dalam 1 jam pertama setelah kelahiran bayi.
8. Ingin selalu berdekatan dengan bayinya (rawat gabung).
9. Bahagia karena harapannya untuk memiliki anak terlaksana.
10. Cemas dan takut terhadap bahaya, pengalaman yang tidak menyenangkan dan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi.
v Sikap
dan perilaku bidan pada kehamilan dan persalinan
1. Mengupayakan kehamilan yang sehat
2. Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal, serta rujukan bila diperlukan
3. Mempersiapkan persalinan yang bersih dan aman
4. Merencanakan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi komplikasi
5. Memantau tumbuh kembang janin
6. Mencegah infeksi secara konsisten dan sistematis.
7. Memberikan asuhan rutin dan pemantauan selama kehamilan, persalinan dan setelah bayi lahir, termasuk penggunaan partograf.
8. Memberikan asuhan sayang ibu secara rutin selama kehamilan, persalinan, pasca persalinan dan nifas.
9. Menyiapkan rujukan ibu hamil dan bersalin atau bayinya.
10. Menghindari tindakan-tindakan berlebihan atau berbahaya.
11. Penatalaksanaan aktif kala III secara rutin.
12. Mengasuh bayi baru lahir.
13. Memberikan asuhan dan pemantauan ibu dan janin atau bayinya.
14. Mengajarkan ibu dan keluarganya untuk mengenali secara dini bahaya yang mungkin terjadi selama masa nifas pada ibu dan bayinya.
15. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.
16. Berbicara dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang kondisi ibu dan riwayat perjalanan penyakit.
17. Mengamati tingkah laku ibu apakah terlihat sehat atau sakit, nyaman atau terganggu (kesakitan).
18. Melakukan pemeriksaan fisik.
19. Melakukan pemeriksaan tambahan lainnya bila perlu, misalnya pemeriksaan laboratorium.
20. Mengantisipasi masalah atau penyulit yang mungkin terjadi setelah diagnosis defenitif dibuat.
21. Memperhatikan kemungkinan sejumlah diagnosa banding atau diagnosa ganda.
22. Memanggil ibu sesuai namanya, menghargai dan memperlakukannya sesuai martabatnya.
23. Menjelaskan asuhan dan perawatan yang akan diberikan pada ibu sebelum memulai asuhan tersebut.
24. Menjelaskan proses kehamilan dan persalinan kepada ibu dan keluarganya.
25. Mengajurkan ibu untuk bertanya dan membicarakan rasa takut atau kuatir.
26. Mendengarkan dan menanggapi pertanyaan dan kekhawatiran ibu.
27. Memberikan dukungan, membesarkan hatinya dan menenteramkan perasaan ibu beserta anggota keluarga yang lain.
28. Menganjurkan ibu untuk ditemani suaminya dan/atau anggota keluarga yang lain selama persalinan dan kelahiran bayinya.
29. Mengajarkan suami dan anggota keluarga mengenai cara memperhatikan dan mendukung ibu selama kehamilan, persalinan dan kelahiran bayinya.
30. Melakukan pencegahan infeksi yang baik secara konsisten.
31. Menghargai privasi ibu.
32. Menganjurkan ibu untuk mencoba berbagai posisi selama persalinan dan kelahiran bayi.
33. Menganjurkan ibu untuk minum cairan dan makan makanan ringan bila ia menginginkannya.
34. Menghargai dan membolehkan praktek-praktek tradisional yang tidak memberi pengaruh yang merugikan.
35. Menghindari tindakan berlebihan dan mungkin membahayakan (episiotomi, pencukuran, dan klisma).
36. Menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya segera setelah lahir.
37. Membantu memulai pemberian ASI dalam 1 jam pertama setelah kelahiran bayi.
38. Menyiapkan rencana rujukan (bila perlu).
39. Mempersiapkan persalinan dan kelahiran bayi dengan baik, bahan-bahan, perlengkapan dan obat-obatan yang diperlukan. Siap melakukan resusitasi bayi baru lahir pada setiap kelahiran bayi.
1. Mengupayakan kehamilan yang sehat
2. Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal, serta rujukan bila diperlukan
3. Mempersiapkan persalinan yang bersih dan aman
4. Merencanakan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi komplikasi
5. Memantau tumbuh kembang janin
6. Mencegah infeksi secara konsisten dan sistematis.
7. Memberikan asuhan rutin dan pemantauan selama kehamilan, persalinan dan setelah bayi lahir, termasuk penggunaan partograf.
8. Memberikan asuhan sayang ibu secara rutin selama kehamilan, persalinan, pasca persalinan dan nifas.
9. Menyiapkan rujukan ibu hamil dan bersalin atau bayinya.
10. Menghindari tindakan-tindakan berlebihan atau berbahaya.
11. Penatalaksanaan aktif kala III secara rutin.
12. Mengasuh bayi baru lahir.
13. Memberikan asuhan dan pemantauan ibu dan janin atau bayinya.
14. Mengajarkan ibu dan keluarganya untuk mengenali secara dini bahaya yang mungkin terjadi selama masa nifas pada ibu dan bayinya.
15. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.
16. Berbicara dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang kondisi ibu dan riwayat perjalanan penyakit.
17. Mengamati tingkah laku ibu apakah terlihat sehat atau sakit, nyaman atau terganggu (kesakitan).
18. Melakukan pemeriksaan fisik.
19. Melakukan pemeriksaan tambahan lainnya bila perlu, misalnya pemeriksaan laboratorium.
20. Mengantisipasi masalah atau penyulit yang mungkin terjadi setelah diagnosis defenitif dibuat.
21. Memperhatikan kemungkinan sejumlah diagnosa banding atau diagnosa ganda.
22. Memanggil ibu sesuai namanya, menghargai dan memperlakukannya sesuai martabatnya.
23. Menjelaskan asuhan dan perawatan yang akan diberikan pada ibu sebelum memulai asuhan tersebut.
24. Menjelaskan proses kehamilan dan persalinan kepada ibu dan keluarganya.
25. Mengajurkan ibu untuk bertanya dan membicarakan rasa takut atau kuatir.
26. Mendengarkan dan menanggapi pertanyaan dan kekhawatiran ibu.
27. Memberikan dukungan, membesarkan hatinya dan menenteramkan perasaan ibu beserta anggota keluarga yang lain.
28. Menganjurkan ibu untuk ditemani suaminya dan/atau anggota keluarga yang lain selama persalinan dan kelahiran bayinya.
29. Mengajarkan suami dan anggota keluarga mengenai cara memperhatikan dan mendukung ibu selama kehamilan, persalinan dan kelahiran bayinya.
30. Melakukan pencegahan infeksi yang baik secara konsisten.
31. Menghargai privasi ibu.
32. Menganjurkan ibu untuk mencoba berbagai posisi selama persalinan dan kelahiran bayi.
33. Menganjurkan ibu untuk minum cairan dan makan makanan ringan bila ia menginginkannya.
34. Menghargai dan membolehkan praktek-praktek tradisional yang tidak memberi pengaruh yang merugikan.
35. Menghindari tindakan berlebihan dan mungkin membahayakan (episiotomi, pencukuran, dan klisma).
36. Menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya segera setelah lahir.
37. Membantu memulai pemberian ASI dalam 1 jam pertama setelah kelahiran bayi.
38. Menyiapkan rencana rujukan (bila perlu).
39. Mempersiapkan persalinan dan kelahiran bayi dengan baik, bahan-bahan, perlengkapan dan obat-obatan yang diperlukan. Siap melakukan resusitasi bayi baru lahir pada setiap kelahiran bayi.
v Mengurangi
dampak negatif terhadap perubahan perilaku
Perubahan perilaku pada ibu hamil, jika kadarnya masih normal, tidak akan mengganggu proses tumbuh kembang janin. Namun, ada batasan yang mesti diwaspadai, yakni saat perilaku ibu sudah "keterlaluan". Kriteria keterlaluan memang terkesan rancu, tapi yang pasti waspadai jika ibu terlihat dilanda kecemasan berlebih atau stres sehingga perilakunya bisa "membahayakan" janin. Misalnya, kemalasan ibu sampai membuatnya masa bodoh dengan kehamilannya. Atau kemarahan yang terjadi sudah sering berubah menjadi amukan. kondisi psikis yang terganggu akan berdampak buruk pada aktivitas fisiologis dalam diri ibu. Umpamanya, suasana hati yang kelam dan emosi yang meledak-ledak dapat mempengaruhi detak jantung, tekanan darah, produksi adrenalin, aktivitas kelenjar keringat dan sekresi asam lambung. Di samping itu, dapat pula memunculkan gejala fisik seperti letih, lesu, gelisah, pening, dan mual. Semua dampak ini akhirnya akan merugikan pertumbuhan janin karena si kecil sudah dapat merasakan dan menunjukkan reaksi terhadap stimulasi yang berasal dari luar dirinya. Apalagi masa trimester pertama merupakan masa kritis menyangkut pembentukan organ tubuh janin. Oleh karena itu, walaupun sifat pemalas, pemarah, sensitif, dan manja wajar muncul di masa hamil, Banyak hal yang bisa dilakukan. Jika perubahan ini ditanggapi secara positif, baik ibu maupun janin akan lebih sehat kondisinya. Inilah hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi kemungkinan munculnya dampak psikis yang negative.
Perubahan perilaku pada ibu hamil, jika kadarnya masih normal, tidak akan mengganggu proses tumbuh kembang janin. Namun, ada batasan yang mesti diwaspadai, yakni saat perilaku ibu sudah "keterlaluan". Kriteria keterlaluan memang terkesan rancu, tapi yang pasti waspadai jika ibu terlihat dilanda kecemasan berlebih atau stres sehingga perilakunya bisa "membahayakan" janin. Misalnya, kemalasan ibu sampai membuatnya masa bodoh dengan kehamilannya. Atau kemarahan yang terjadi sudah sering berubah menjadi amukan. kondisi psikis yang terganggu akan berdampak buruk pada aktivitas fisiologis dalam diri ibu. Umpamanya, suasana hati yang kelam dan emosi yang meledak-ledak dapat mempengaruhi detak jantung, tekanan darah, produksi adrenalin, aktivitas kelenjar keringat dan sekresi asam lambung. Di samping itu, dapat pula memunculkan gejala fisik seperti letih, lesu, gelisah, pening, dan mual. Semua dampak ini akhirnya akan merugikan pertumbuhan janin karena si kecil sudah dapat merasakan dan menunjukkan reaksi terhadap stimulasi yang berasal dari luar dirinya. Apalagi masa trimester pertama merupakan masa kritis menyangkut pembentukan organ tubuh janin. Oleh karena itu, walaupun sifat pemalas, pemarah, sensitif, dan manja wajar muncul di masa hamil, Banyak hal yang bisa dilakukan. Jika perubahan ini ditanggapi secara positif, baik ibu maupun janin akan lebih sehat kondisinya. Inilah hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi kemungkinan munculnya dampak psikis yang negative.
3. PERSALINAN DI RUMAH
a. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pemilihan Persalinan di Rumah
Melahirkan di rumah sendiri ternyata jauh lebih aman,
hemat, dan bermanfaat. Dengan menjalani persalinan di rumah kemungkinan
tertukarnya bayi bisa dihindari. Memang, tidak semua rumah sakit bisa memberi
jaminan tak mungkin ada kasus bayi tertukar. Ini sangat tergantung dari kondisi
dan tingkat akurasi pengindetifikasian bayi di masing-masing rumah sakit.
Apalagi selain tidak rapinya pengidentifikasian, kesibukan para tenaga medis
yang terbatas terkadang masih memungkinkan adanya bayi tertukar tanpa
sepengetahuan ibunya. Belum lagi kalau sistem pengamanan rumah sakit kurang
jeli, tak mustahil bisa terjadi penculikan bayi.
Faktor lain adalah kenyataan tak terbantah bahwa rumah
sakit adalah sumber penyakit, sehingga besar kemungkinan sang bayi terjangkiti
infeksi nosokomial. Selain itu ada faktor psikologis yang seringkali dirasakan
oleh ibu bersalin di rumah sakit. Yakni adanya unsur “diskriminasi” perlakuan
rumah sakit meski ini juga konsekuensi pilihannya. Semisal, sejak awal masuk
rumah sakit, ibu dan bayi telah dibeda-bedakan menurut kelas-kelas perawatannya
kelak. Apalagi sebagai konsekuensi logis dari lembaga jasa pelayanan bagi orang
banyak, secara tak langsung perlakuan pihak rumah sakit bisa dikatakan kurang
personal atau tidak “ramah”, lantaran kebanyakan ibu dan bayi diperlakukan
sekedar sebagai “nomor kamar” saja.
Faktor terakhir yang tak kalah pentingnya adalah
kecenderungan beberapa dokter di rumah sakit bersalin mempatologiskan suatu
tindakan persalinan meskipun sebenarnya bisa dilakukan secara fisiologis
(normal). Alasannya? Lantaran terbatasnya waktu sedangkan jumlah pasien yang
harus dilayani masih banyak. Ini tercermin dari pemakaian infus oxitocin dan
suntikan prostagladin untuk mempercepat pembukaan jalan lahir, atau kerap kali
sang calon ibu di-vacum atau di-forcep, bahkan seringkali memilih tindakan
cesar untuk mempercepat proses kelahiran (echalucu, 2007).
b. Persyaratan Persalinan di Rumah
1.
Kehamilan ibu
normal dan tidak ada penyulit.
2.
Penolong
persalinan yang ahli dan berpengalaman.
3.
Lingkungan, atau kondisi rumah
yang familiar bagi ibu bersalin diharapkan dapat menciptakan atmosfir yang
kondusif bagi ibu sehingga menimbulkan respon alamiah untuk bersalin. (Cohen,
2010)
4.
Perlengkapan
lain untuk kebutuhan ibu dan bayi yang bersih .
5.
Perlengkapan
alat persalinan yang sudah dilakukan DTT.
c. Kelebihan dan kekurangan persalinan di rumah
·
Kelebihan
1. Suasananya yang akrab
sehingga memberikan dukungan psikologis pada ibu selama bersalin.
2. Kamar selalu tersedia dan
tidak memerlukan pengangkutan kerumah sakit.
3. Ibu terhindar dari infeksi
silang yang bisa terjadi di Rumah Sakit.
4. Biaya persalinan dirumah
jauh lebih murah dibandingkan di Rumah Sakit.
·
Kekurangan
1. Penolong persalinan (dukun bayi, bidan atau tenaga
lain) umumnya hanya satu orang.
2. Kurangnya sanitasi, fasilitas, peralatan dan
persediaan air bersih.
3. Memerlukan transportasi untuk merujuk jika diperlukan.
4. Komplikasi yang terjadi akan
lebih parah dikarenakan jarak antara rumah dan pusat pelayanan kesehatan jauh
dan membutuhkan waktu yang lama.
5. Perawatan bayi prematur
sulit dilakukan.
Persalinan di rumah diharapkan berlangsung normal.
Untuk amannya persalinan di rumah, penolong perlu memperhatikan beberapa hal
berikut ini:
v Tugas penolong persalinan pada waktu ibu menunjukkan tanda-tanda
mulainya persalinan ialah mengawasinya dengan sabar, dan tak melakukan tindakan
jika tidak indikasi.
v Ibu yang sedang dalam persalinan perlu ditenangkan
agar kontraksi rahim teratur dan adekuat, sehingga persalinan berjalan lancar.
Jika persalinan belum selesai setelah 18 jam, ia perlu dirujuk karena ini
berarti persalinannya mengalami kesulitan.
v Kala pengeluaran bayi hendaknya jangan terburu-buru,
karena dapat menyebabkan robekan pada jalan lahir dan terjadinya perdarahan
pasca-persalinan sebab rahim tidak bisa berkontraksi dengan baik. Jika
persalinan tidak juga selesai 1 jam, maka ibu bersalin perlu dirujuk karena ini
berarti persalinannya macet.
v Setelah bayi lahir, penolong hendaknya jangan
memijat-mijat rahim atau menarik tali pusat dengan maksud melepaskan dan
melahirkan uri, tunggulah dengan tenang. Jika setelah setengah jam uri belum
juga lepas, dapat diberikan obat untuk memperkuat kontraksi rahim. Kalau perlu,
uri dapat dikeluarkan dengan tangan setelah 1 jam bayi lahir.
v Jika terjadi perdarahan setelah uri lahir, berilah
obat penguat kontraksi rahim, karena biasanya perdarahan itu disebabkan rahim
yang berkontraksi lemah. Periksalah apakah ada robekan jalan lahir.
v Para penolong persalinan hendaknya memeriksakan
kembali ibu bersalin sebelum meninggalkan rumahnya. Periksalah nadi,
pernapasan, tekanan darah, kontraksi rahim, ada tidaknya perdarahan dari jalan
lahir, dan keadaan bayinya.
4.ASUHAN PADA MASA NIFAS
Jadwal Kunjungan Rumah Pada Masa Nifas
Kunjungan pada masa nifas dilakukan minimal
4 x. Adapun tujuan kunjungan rumah untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru
lahir serta mencegah, mendeteksi dan menangani komplikasi pada masa nifas.
Kunjungan rumah memiliki keuntungan sebagai
berikut: bidan dapat melihat dan berinteraksi dengan keluarga dalam lingkungan
yang alami dan aman serta bidan mampu mengkaji kecukupan sumber yang ada,
keamanan dan lingkungan di rumah. Sedangkan keterbatasan dari kunjungan rumah
adalah memerlukan biaya yang banyak, jumlah bidan terbatas dan kekhawatiran
tentang keamanan untuk mendatangi pasien di daerah tertentu.
Jadwal
kunjungan rumah pada masa nifas sesuai dengan program pemerintah meliputi:
1. Kunjungan I (6-8
jam postpartum)
Kunjungan I (6-8 jam postpartum) meliputi:
Mencegah
perdarahan masa nifas oleh karena atonia uteri.
Deteksi
dan perawatan penyebab lain perdarahan serta lakukan rujukan bila perdarahan
berlanjut.
Pemberian
ASI awal.
Konseling
ibu dan keluarga tentang cara mencegah perdarahan karena atonia uteri.
Mengajarkan
cara mempererat hubungan ibu dan bayi baru lahir.
Menjaga
bayi tetap sehat melalui pencegahan hipotermi.
2. Kunjungan II (6
hari postpartum)
Kunjungan II (6 hari postpartum) meliputi:
Memastikan
involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi baik, tunggi fundus uteri
di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal.
Menilai
adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan.
Memastikan
ibu cukup istirahat, makanan dan cairan.
Memastikan
ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda-tanda kesulitan
menyusui.
Memberikan
konseling tentang perawatan bayi baru lahir.
3. Kunjungan III (2
minggu postpartum)
Asuhan pada 2 minggu post partum sama
dengan asuhan yang diberikan pada kunjungan 6 hari post partum.
4. Kunjungan IV (6
minggu postpartum)
Kunjungan IV (6 minggu postpartum)
meliputi:
Menanyakan
penyulit-penyulit yang dialami ibu selama masa nifas.
Memberikan
konseling KB secara dini.
Asuhan Lanjutan Masa Nifas Di Rumah
a.
Prinsip
pemberian asuhan lanjutan pada masa nifas di rumah meliputi:
1. Asuhan postpartum di rumah berfokus pada
pengkajian, penyuluhan dan konseling.
2. Pemberian asuhan kebidanan di rumah, bidan
dan keluarga dilakukan dalam suasana rileks dan kekeluargaan.
3. Perencanaan kunjungan rumah.
4. Keamanan
b.
Perencanaan
kunjungan rumah meliputi:
1. Kunjungan rumah tidak lebih 24-48 jam
setelah pasien pulang.
2. Memastikan keluarga sudah mengetahui
rencana kunjungan rumah dan waktu kunjungan bidan telah direncanakan bersama.
3. Menjelaskan maksud dan tujuan kunjungan.
4. Merencanakan tujuan yang ingin dicapai dan
menyusun alat serta perlengkapan yang digunakan.
5. Memikirkan cara untuk menciptakan dan
mengembangkan hubungan baik dengan keluarga.
6. Melakukan tindakan yang sesuai standar
pelayanan kebidanan dalam pemberian asuhan.
7. Membuat pendokumentasian hasil kunjungan.
8. Meyediakan sarana telepon untuk tindak
lanjut asuhan.
c.
Keamanan
pada saat kunjungan rumah meliputi:
1. Mengetahui alamat lengkap pasien dengan
jelas.
2. Menggambar rute alamat pasien.
3. Memperhatikan keadaan di sekitar
lingkungan rumah pasien sebelum kunjungan.
4. Memberitahu rekan kerja ketika melakukan
kunjungan.
5. Membawa telepon selular sebagi alat
komunikasi.
6. Membawa cukup uang.
7. Menyediakan senter (kunjungan malam hari).
8. Memakai tanda pengenal dan mengenakan
pakaian yang sopan.
9. Waspada pada bahasa tubuh yang
diisyaratkan dari siapa saja yang ada selama kunjungan.
10. Menunjukkan perasaan menghargai di setiap
kesempatan.
11. Saat perasaan tidak aman muncul, segeralah
akhiri kunjungan.
Pelaksanaan Asuhan Nifas Masa Nifas Di
Rumah
Pelaksanaan asuhan nifas meliputi:
1. Ibu baru pulang dari rumah sakit.
Ibu baru pulang dari RS meliputi:
v
Keputusan
bersama antara tenaga kesehatan dengan ibu/keluarga.
v
Bidan
memberikan informasi tentang ringkasan proses persalinan, hasil dan info lain
yang relevan.
v
Mengulang
kembali bilamana perlu.
2. Kunjungan
postnatal rutin
Kunjungan postnatal rutin meliputi:
Ø
Kunjungan
rumah dilakukan minimal 2x setiap hari.
Ø
Mengajarkan
ibu dan keluarga tentang perawatan bayi baru lahir.
Ø
Mengajarkan
ibu untuk merawat diri.
Ø
Memberikan
saran dan nasehat sesuai kebutuhan dan realistis.
Ø
Bidan
harus sabar dan telaten menghadapi ibu dan bayi.
Ø
Melibatkan
keluarga saat kunjungan rumah.
3. Pengamatan pada
psikologi ibu
Bidan melakukan pengamatan pada psikologi
ibu, meliputi:
v
Memberikan
pendidikan kesehatan tanda bahaya masa nifas.
v
Bidan
mengobservasi perilaku keluarga.
v
Meluangkan
waktu untuk sharing dengan ibu dan keluarga.
v
Memberikan
dukungan.
v
Melakukan
dokumentasi pasca kunjungan.
v
Perencanaan
skrining test.
v
Memberikan
penyuluhan sehubungan dengan kebutuhan pada masa nifas.
Pendidikan Kesehatan Masa Nifas
Pendidikan kesehatan masa nifas meliputi:
Ø Gizi
Pendidikan kesehatan gizi untuk ibu
menyusui antara lain: konsumsi tambahan 500 kalori setiap hari, makan dengan
diet berimbang, minum sedikitnya 3 liter air setiap hari, tablet zat besi harus
diminum selama 40 hari pasca bersalin dan minum kapsul vitamin A (200.000
unit).
Ø Kebersihan diri
Pendidikan kesehatan kebersihan diri untuk
ibu nifas antara lain: menganjurkan kebersihan seluruh tubuh; mengajarkan ibu
cara membersihkan daerah kelamin; menyarankan ibu untuk mengganti pembalut;
menyarankan ibu untuk cuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan daerah
kelamin; jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, menyarankan untuk
menghindari menyentuh daerah luka.
Ø Istirahat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar